Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ganti mempertanyakan sikap DPRD yang membiarkan Bank Jateng dikelola secara biasa. Ganjar menantang DPRD untuk berani memanggil pimpinan bank pelat merah itu agar berani transparan atas proses seleksi direktur utama.
Tantangan itu merupakan tanggapan atas pernyataan Anggota Komisi C DPRD Jateng Bambang Eko Purnomo. Politikus Partai Demokrat itu menduga, penundaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa dikarenakan Ganjar ingin memasukkan calon dirut dari eksternal yaitu PT Bank Negara Indonesia (BNI). RUPS ini sedianya dilaksanakan pada Jumat (25/10), tapi akhirnya diundur Kamis (31/10).
Ganjar minta disampaikan pada Bambang bahwa dirinya memang ingin menitipkan sesuatu. "Pada anggota dewan yang terhormat, saya mau nitip lebih banyak. Titipan saya, hei publik siapa yang mau jadi dirut bank Jateng silahkan mendaftar," katanya, Senin (28/10).
Penundaan lanjut Ganjar, dikarenakan dirinya ingin seleksi dirut dilaksanakan secara objektif dan transparan. Kenyataannya, ada aroma tidak sehat dalam pemilihan direksi.
Indikatornya, Bank Jateng tidak pernah mengumumkan secara terbuka pada publik soal seleksi dirut, dan mekanisme seleksi tidak jelas. Ganjar langsung meminta nama-nama calon direview ulang ketika mengetahui pendaftar dari eksternal tak ada satupun yang lolos. "Yang ada hanya orang glenak-glenik dan menentukan yang lolos ini dan ini. Saya tanya, dasarmu opo dul, nggak ada dasarnya," kata Ganjar.
Ganjar mempertanyakan sikap DPRD yang malah menuding dirinya intervensi saat sedang mengkritisi pemilihan direksi Bank Jateng. Di sisi lain, DPRD selama ini membiarkan Bank Jateng dikelola secara asal sehingga perkembangannya tidak menggembirakan. Bank Jateng tertinggal oleh Bank Jatim dan Jabar yang sudah meluncurkan Initial Public Offering (IPO).
"Masak DPRD tidak memantau ini. Masak membiarkan Bank Jateng minta duit rakyat terus?" tanyanya.
Ganjar mengungkapkan, pemilihan direksi Bank Jateng bagaikan kampanye pemilu. Banyak yang sudah datang pada dirinya dan meminta dukungan. Namun ia tak pernah berpihak pada satu pihak. Termasuk pendaftar dari BNI yang bahkan ia tidak kenal.
"Bau aroma orang berebut di Bank Jateng, siapa orang dan pendukungnya itu rakyat sudah ngerti, jangan ditutup-tutupi," tegasnya.
Ganjar bahkan tidak tahu berapa dan siapa saja pendaftar calon direksi. Maka ia setuju jika ada permintaan bahwa Bank Jateng harus transparan dan membuka data-data pendaftar. "Sekarang saya menantang harus terbuka. DPRD harusnya panggil Bank Jateng dan buka semua data," tegasnya.
Coratcoret
Rabu, 30 Oktober 2013
Sejarah dan asal usul FPI
POSTED ON 10 MAY 2012
Front Pembela Islam atau FPI adalah ormas yg paling fenomenal dan kontroversial di Indonesia..dicaci maki rakyat tapi dibutuhkan penguasa.
FPI itu bukan ormas agama. Bukan ormas islam.
FPI itu ormas biasa yang dibentuk oleh pemerintah cq. TNI dan Polri pasca reformasi.
Cikal bakal FPI adalah Pam Swakarsa yg dirikan pangab Jend Wiranto berserta pucuk pimpinan polri. Tujuannya : mencegah konflik Vertikal.
Konflik vertikal itu adalah konflik antara massa dengan pemerintah cq. Aparat keamanan : Polri dan TNI. Konflik vertikal ini merugikan. Konflik vertikal merugikan citra polisi dan TNI karena cenderung menimbulkan citra bhw Polri dan TNI itu musuh rakyat. Ini berbahaya.
Sebab itu Wiranto cs membuat Pam Swakarsa. Massa demo mahasiswa/aktivis dihadapi oleh massa sipil juga. Pamswakarsa ini komandani aktivis mahasiswa. Tapi Pamswakarsa pny kelemahan mendasar. Mudah ditebak sbg antek pemerintah dan dibayar.
Maka harus ditransformasi ke ormas yg lbh tepat, Maka lahirlah Front Pembela Islam. Semula mau dinamakan Front Pembela Indonesia.
Kata “Islam” dipakai karena lebih “startegis”.
Biaya awal pendirian FPI 250 juta utk sewa markas dan rekrut anggota. Biaya bulanan ga tentu : 50-100 juta. Dari TNI dan polisi,
Tujuan utama pendirian FPI : garda terdepan pasukan polisi, pembuat isu, maintain isu, kelola konflik, pengumpul informasi dst, Peran FPI ini persis konsep Banpol (pembantu polisi) dan Babinsa (bintara pembina desa). Jadi “pasukan marinirnya” polisi.
FPI bergerak berdasarkan sistem komando. Atas dasar intruksi dari petinggi Polri dan TNI. Agendanya jelas dan terarah. Diawal2 berdirinya FPI sempat ada ”kesalahapahaman” antara anggota FPI dgn aparat polisi yg belum tahu bhw FPI itu “adik kandung” polisi.
Ada cerita lucu, pimpinan FPI ditangkap polisi, bawa mobil ga ada SIM& STNK. Kemudian datang pasukan ke polres, seisi polres ditampar. Atau cerita lucu yg terbaru : Munarman ditilang polisi..polisi yg menilang yang ditampar abis2an oleh Munarman. Munarmannya ga diapa2in, Jadi FPI itu adalah Front Polisi Indonesia yg menyamar sbg ormas islam. Agenda FPI adalah agenda polisi. Laporan CIA malah BIN jg bantu.
Publik pernah baca laporan CIA, bhw BIN bantu milyaran rupiah setiap tahun ke FPI. FPI itu asset pemerintah utk “berhadapan” dgn rakyat, Utk menipu publik, pimpinan FPI dipasang sosok “ulama & tokoh agama”, kata “Islam” dipakai sbg perisai FPI dari serangan/ktritik publik. Tidak ada satu kata atau satu kalimatpun dlm tujuan pendirian FPI utk : Dakwah, syiar islam, amar maruf dst…tidak ada. FPI hanya alat.
Pemerintah tahu persis risikonya jika aparat polisi/TNI yg menyerang atau menangkap aktivitas2 elemen rakyat yg dinilai “membahayakan”,
Pemerintah khawatir dgn citra Polri/TNI dan pemerintah di mata internasional. Terkait isu HAM, demokrasi dst. FPI yg “dimajukan” kedepan.
Sesekali FPI mmg offiside atau abused of power. Serang2 warung maksiat atau judi2 “tak berizin”. Sengaja dibiarkan agar ada legitimasi. Anggota2 FPI yg off side itu kadang ditangkap dan ditahan jika byk sorotan publik, tp langsung dilepas lagi jika sorotan publik sdh reda, Pemerintah dan FPI butuh “legitimasi” agar FPI benar2 dipercaya publik sbg ormas agama. Bukan sbg ormas bentukan polisi/TNI.
Pdhl FPI ditujukan utk agenda& tujuan politik praktis pemerintah. Itu sebabnya setiap aksi pesanan, polisi selalu hadir dibelakang FPI, Aggota/kader2 rendahan FPI tdk tahu bhw FPI itu bentukan, ditunggangi dan jalankan agenda polisi/ pemerintah. Sentimen mereka dimainkan.
Sekarang ini biaya ops FPI itu rutin dari pemerintah, dari setoran bandar2 narkoba/prostitusi yg sdh “dicuci” dan dari hasil pemerasan. Sesekali FPI dibolehkan jalankan “aksi sendiri” utk maintain eksistensi FPI. Tapi aksi utama FPI tetap sbg kepanjangan tangan polri.
Siapa yg rugi? Umat islam. Kata “Islam” yg melekat pada FPI perburuk citra islam di dalam negeri& luar negeri. pemerintah aman. Bersih,
Tuntutan pembubaran FPI kepada pemerintah, sampai kiamat tdk akan dipenuhi pemerintah. Karena FPI itu mmg bagian dr startegi pemerintah, FPI ttp dibutuhkan pemerintah dlm “penyelesaian kasus2 tertentu” yg sensitif, abu2, rawan dan potensial timbulkan konflik horizontal,
Satu2nya cara adalah : ajukan gugatan class action ke MA utk robah nama FPI dgn cabut kata Islam di FPI atau batalkan SK pendiriannya.
Sudah lama nama islam dirusak, dicemarkan, dimanfaatkan dan ditunggani FPI/Pemerintah. Sdh saatnya diluruskan. Umat islam rugi besar, Teman2 saya yg jadi ketua/pimpinan FPI di awal2 masa pendiriannya, kini menyesal karena FPI sdh terlalu jauh melenceng dari tujuan awal, Yg untung ya polri dan pemerintah, nama mereka bersih, rakyat diadudomba, nama islam tercemar. Isu2 strategis terkendali.
Sumber : Kaskus
Front Pembela Islam atau FPI adalah ormas yg paling fenomenal dan kontroversial di Indonesia..dicaci maki rakyat tapi dibutuhkan penguasa.
FPI itu bukan ormas agama. Bukan ormas islam.
FPI itu ormas biasa yang dibentuk oleh pemerintah cq. TNI dan Polri pasca reformasi.
Cikal bakal FPI adalah Pam Swakarsa yg dirikan pangab Jend Wiranto berserta pucuk pimpinan polri. Tujuannya : mencegah konflik Vertikal.
Konflik vertikal itu adalah konflik antara massa dengan pemerintah cq. Aparat keamanan : Polri dan TNI. Konflik vertikal ini merugikan. Konflik vertikal merugikan citra polisi dan TNI karena cenderung menimbulkan citra bhw Polri dan TNI itu musuh rakyat. Ini berbahaya.
Sebab itu Wiranto cs membuat Pam Swakarsa. Massa demo mahasiswa/aktivis dihadapi oleh massa sipil juga. Pamswakarsa ini komandani aktivis mahasiswa. Tapi Pamswakarsa pny kelemahan mendasar. Mudah ditebak sbg antek pemerintah dan dibayar.
Maka harus ditransformasi ke ormas yg lbh tepat, Maka lahirlah Front Pembela Islam. Semula mau dinamakan Front Pembela Indonesia.
Kata “Islam” dipakai karena lebih “startegis”.
Biaya awal pendirian FPI 250 juta utk sewa markas dan rekrut anggota. Biaya bulanan ga tentu : 50-100 juta. Dari TNI dan polisi,
Tujuan utama pendirian FPI : garda terdepan pasukan polisi, pembuat isu, maintain isu, kelola konflik, pengumpul informasi dst, Peran FPI ini persis konsep Banpol (pembantu polisi) dan Babinsa (bintara pembina desa). Jadi “pasukan marinirnya” polisi.
FPI bergerak berdasarkan sistem komando. Atas dasar intruksi dari petinggi Polri dan TNI. Agendanya jelas dan terarah. Diawal2 berdirinya FPI sempat ada ”kesalahapahaman” antara anggota FPI dgn aparat polisi yg belum tahu bhw FPI itu “adik kandung” polisi.
Ada cerita lucu, pimpinan FPI ditangkap polisi, bawa mobil ga ada SIM& STNK. Kemudian datang pasukan ke polres, seisi polres ditampar. Atau cerita lucu yg terbaru : Munarman ditilang polisi..polisi yg menilang yang ditampar abis2an oleh Munarman. Munarmannya ga diapa2in, Jadi FPI itu adalah Front Polisi Indonesia yg menyamar sbg ormas islam. Agenda FPI adalah agenda polisi. Laporan CIA malah BIN jg bantu.
Publik pernah baca laporan CIA, bhw BIN bantu milyaran rupiah setiap tahun ke FPI. FPI itu asset pemerintah utk “berhadapan” dgn rakyat, Utk menipu publik, pimpinan FPI dipasang sosok “ulama & tokoh agama”, kata “Islam” dipakai sbg perisai FPI dari serangan/ktritik publik. Tidak ada satu kata atau satu kalimatpun dlm tujuan pendirian FPI utk : Dakwah, syiar islam, amar maruf dst…tidak ada. FPI hanya alat.
Pemerintah tahu persis risikonya jika aparat polisi/TNI yg menyerang atau menangkap aktivitas2 elemen rakyat yg dinilai “membahayakan”,
Pemerintah khawatir dgn citra Polri/TNI dan pemerintah di mata internasional. Terkait isu HAM, demokrasi dst. FPI yg “dimajukan” kedepan.
Sesekali FPI mmg offiside atau abused of power. Serang2 warung maksiat atau judi2 “tak berizin”. Sengaja dibiarkan agar ada legitimasi. Anggota2 FPI yg off side itu kadang ditangkap dan ditahan jika byk sorotan publik, tp langsung dilepas lagi jika sorotan publik sdh reda, Pemerintah dan FPI butuh “legitimasi” agar FPI benar2 dipercaya publik sbg ormas agama. Bukan sbg ormas bentukan polisi/TNI.
Pdhl FPI ditujukan utk agenda& tujuan politik praktis pemerintah. Itu sebabnya setiap aksi pesanan, polisi selalu hadir dibelakang FPI, Aggota/kader2 rendahan FPI tdk tahu bhw FPI itu bentukan, ditunggangi dan jalankan agenda polisi/ pemerintah. Sentimen mereka dimainkan.
Sekarang ini biaya ops FPI itu rutin dari pemerintah, dari setoran bandar2 narkoba/prostitusi yg sdh “dicuci” dan dari hasil pemerasan. Sesekali FPI dibolehkan jalankan “aksi sendiri” utk maintain eksistensi FPI. Tapi aksi utama FPI tetap sbg kepanjangan tangan polri.
Siapa yg rugi? Umat islam. Kata “Islam” yg melekat pada FPI perburuk citra islam di dalam negeri& luar negeri. pemerintah aman. Bersih,
Tuntutan pembubaran FPI kepada pemerintah, sampai kiamat tdk akan dipenuhi pemerintah. Karena FPI itu mmg bagian dr startegi pemerintah, FPI ttp dibutuhkan pemerintah dlm “penyelesaian kasus2 tertentu” yg sensitif, abu2, rawan dan potensial timbulkan konflik horizontal,
Satu2nya cara adalah : ajukan gugatan class action ke MA utk robah nama FPI dgn cabut kata Islam di FPI atau batalkan SK pendiriannya.
Sudah lama nama islam dirusak, dicemarkan, dimanfaatkan dan ditunggani FPI/Pemerintah. Sdh saatnya diluruskan. Umat islam rugi besar, Teman2 saya yg jadi ketua/pimpinan FPI di awal2 masa pendiriannya, kini menyesal karena FPI sdh terlalu jauh melenceng dari tujuan awal, Yg untung ya polri dan pemerintah, nama mereka bersih, rakyat diadudomba, nama islam tercemar. Isu2 strategis terkendali.
Sumber : Kaskus
Jadi korban salah tangkap, Ristianto babak belur dipukuli polisi
Ristianto (26), warga Gamasan, Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah babak belur menjadi korban salah tangkap anggota Polisi. Hampir seluruh punggungnya membiru, kepalanya pun masih memar.
Bahkan kakinya pun ada bekas darah. Kini Ristianto harus menginap RSU Amabarawa, Kabupaten Semarang untuk menjalani perawatan.
"Saya dibawa hari Jumat (25/10) sore, dibawa ke hotel di Bandungan, di situ saya disuruh ngakui telah mencuri," kata Ristianto saat ditemui di RS Ambawara, Kabupaten Semarang, Selasa (28/10).
Awalnya, Ristianto yang sedang bermain sepak bola dipanggil oleh tiga orang yang tidak mengenalnya. Kemudian disuruh masuk ke dalam mobil Avanza.
Di dalam mobil diajak bicara masalah pencurian yang telah terjadi pada sekitar enam bulan lalu di rumah Rusmin di kawasan Bandungan yang kehilangan sekitar 90 gram emas. Menggunakan mobil Avanza, Ristianto yang bertubuh gempal ini dibawa ke sebuah hotel di Kawasan Bandungan.
"Dalam hotel saya di pukul sama tendang. Kayu dipukulkan ke kepala sampai rusak, selain itu pistol juga ditempelkan ke kaki saya," ujar Ristianto.
Kemudian Ristianto dibawa ke Polsek Bandungan, di sana dirinya mengaku masih dipukuli. "Di Polsek saya juga masih dipukuli punggung dan kaki saya," ujar pria yang sehari-hari bekerja tukang potong kayu sengon ini memelas.
Pada Sabtu (26/10) malam, Ristianto diantarkan oleh beberapa aparat polisi ke rumah. Setelah di rumah diterima oleh orang tua Ristianto, Jumadi (55).
"Sampai di rumah polisi itu bilang, kalau jangan diperpanjang urusan ini, yang penting anak saya sudah pulang ke rumah," ujarnya.
Tak terima, keluarga lantas melaporkan kejadian ini pada Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Keluarga meminta polisi yang telah melakukan harus tanggung jawab.
"Saya sudah melaporkan ke RT, RW dan Kelurahan, yang saya minta mereka bertanggungjawab," tandasnya.
Jumadi, ayah korban hari ini akan mendatangi Mapolda Jateng di Jalan Pahlawan Semarang. Kedatangannya untuk melaporkan dugaan aksi salah tangkap yang dilakukan oleh beberapa anggota polisi anggota Polsek Bandungan.
Bahkan kakinya pun ada bekas darah. Kini Ristianto harus menginap RSU Amabarawa, Kabupaten Semarang untuk menjalani perawatan.
"Saya dibawa hari Jumat (25/10) sore, dibawa ke hotel di Bandungan, di situ saya disuruh ngakui telah mencuri," kata Ristianto saat ditemui di RS Ambawara, Kabupaten Semarang, Selasa (28/10).
Awalnya, Ristianto yang sedang bermain sepak bola dipanggil oleh tiga orang yang tidak mengenalnya. Kemudian disuruh masuk ke dalam mobil Avanza.
Di dalam mobil diajak bicara masalah pencurian yang telah terjadi pada sekitar enam bulan lalu di rumah Rusmin di kawasan Bandungan yang kehilangan sekitar 90 gram emas. Menggunakan mobil Avanza, Ristianto yang bertubuh gempal ini dibawa ke sebuah hotel di Kawasan Bandungan.
"Dalam hotel saya di pukul sama tendang. Kayu dipukulkan ke kepala sampai rusak, selain itu pistol juga ditempelkan ke kaki saya," ujar Ristianto.
Kemudian Ristianto dibawa ke Polsek Bandungan, di sana dirinya mengaku masih dipukuli. "Di Polsek saya juga masih dipukuli punggung dan kaki saya," ujar pria yang sehari-hari bekerja tukang potong kayu sengon ini memelas.
Pada Sabtu (26/10) malam, Ristianto diantarkan oleh beberapa aparat polisi ke rumah. Setelah di rumah diterima oleh orang tua Ristianto, Jumadi (55).
"Sampai di rumah polisi itu bilang, kalau jangan diperpanjang urusan ini, yang penting anak saya sudah pulang ke rumah," ujarnya.
Tak terima, keluarga lantas melaporkan kejadian ini pada Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Keluarga meminta polisi yang telah melakukan harus tanggung jawab.
"Saya sudah melaporkan ke RT, RW dan Kelurahan, yang saya minta mereka bertanggungjawab," tandasnya.
Jumadi, ayah korban hari ini akan mendatangi Mapolda Jateng di Jalan Pahlawan Semarang. Kedatangannya untuk melaporkan dugaan aksi salah tangkap yang dilakukan oleh beberapa anggota polisi anggota Polsek Bandungan.
Anggota Dewan Bekasi dari PD Didakwa Korupsi Dana Hibah Masjid
Bandung - Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari Partai Demokrat Teuku Ihsan Hinda menjalani sidang perdana kasus korupsi dana pembangunan Masjid Raudhatul Jannah Desa Simpangan Cikarang Utara di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (29/10/2013).
Ia dituduh memotong dana hibah mencapai Rp 625 juta. Dana hibah tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Bekasi 2011-2012 untuk panitia masjid sebesar Rp 1,250 miliar.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim JPU dari Kejari Karawang disebutkan panitia pembangunan masjid Sarifudin meminta bantuan soal dana hibah pada terdakwa.
Dalam kurun waktu 2011 hingga 2012, Sarifudin menerima beberapa kali pencairan hibah. "Setiap dana hibah cair, terdakwa menerima 50 persen dari nilai hibah," ujar JPU.
Total dana hibah yang diterima panitia pembangunan masjid yaitu Rp 1,250 miliar. Dana yang diterima oleh panitia pembangunan masjid sebesar Rp 625 juta, begitu juga jumlah yang diterima oleh terdakwa yang diserahkan oleh Sarifudin.
"Uang yang diterima oleh panitia besarnya tidak seperti jumlah yang diberikan. Akibatnya terjadi kerugian negara sebesar Rp 625 juta," katanya.
Atas perbuatan terdakwa ini, JPU menjerat politisi Partai Demokrat berdarah Aceh ini dengan pasal berlapis.
"Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 2 jo pasal 18, subsidair pasal 3 dan dakwaan kedua yaitu pasal 12 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam UU No 20 tahun 2001," tuturnya.
Terdakwa saat ini berstatus tahanan kota. Dalam sidang pembacaan surat dakwaan, Ihsan tak didampingi oleh kuasa hukum.
Majelis hakim memberikan kesempatan terdakwa mengajukan eksepsi. Sidang akan kembali digelar pada Selasa (12/11/2013).
Ia dituduh memotong dana hibah mencapai Rp 625 juta. Dana hibah tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Bekasi 2011-2012 untuk panitia masjid sebesar Rp 1,250 miliar.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim JPU dari Kejari Karawang disebutkan panitia pembangunan masjid Sarifudin meminta bantuan soal dana hibah pada terdakwa.
Dalam kurun waktu 2011 hingga 2012, Sarifudin menerima beberapa kali pencairan hibah. "Setiap dana hibah cair, terdakwa menerima 50 persen dari nilai hibah," ujar JPU.
Total dana hibah yang diterima panitia pembangunan masjid yaitu Rp 1,250 miliar. Dana yang diterima oleh panitia pembangunan masjid sebesar Rp 625 juta, begitu juga jumlah yang diterima oleh terdakwa yang diserahkan oleh Sarifudin.
"Uang yang diterima oleh panitia besarnya tidak seperti jumlah yang diberikan. Akibatnya terjadi kerugian negara sebesar Rp 625 juta," katanya.
Atas perbuatan terdakwa ini, JPU menjerat politisi Partai Demokrat berdarah Aceh ini dengan pasal berlapis.
"Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 2 jo pasal 18, subsidair pasal 3 dan dakwaan kedua yaitu pasal 12 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam UU No 20 tahun 2001," tuturnya.
Terdakwa saat ini berstatus tahanan kota. Dalam sidang pembacaan surat dakwaan, Ihsan tak didampingi oleh kuasa hukum.
Majelis hakim memberikan kesempatan terdakwa mengajukan eksepsi. Sidang akan kembali digelar pada Selasa (12/11/2013).
Langganan:
Postingan (Atom)